Friday 6 January 2012

Bersikap Kekanak-kanakan Boleh Donk!!!!! Sekali waktu


Pengalamanku hari ini membuatku ingin tersenyum jika mengingatnya. Pagi-pagi selesai aktifitas rutinan aku selesaikan daftar pustaka buku dosenku yang rencananya pagi ini akan aku konsultasikan hasil pekerjaanku. Sekitar pukul 07.00 aku siap-siap mandi kemudian dzuha’an. Aku pikir jam segitu tukang tambal ban sudah buka ya, karena sepedaku kempes dan tidak mungkin aku berangkat jalan kaki. Lumayan jauh, tempat tinggalku dengan rumah dosenku.
Pukul 07.30 aku berangkat. Sengaja berangkat lebih awal karena memang tak niati untuk mompakan sepeda dulu sambil berangkat. kurang beruntungnya aku, sudah lumayan jauh aku berjalan, eeeeehhhhh Pak Tukang tambal ban belum ada ditempat. Carilah aku tukang tambal ban yang lain, yang ternyata hasilnya sama-sama nihil. Aku putuskan kembali pulang saja, gak apa aku berjalan sambil olah raga pagi. Sampai di tempat kos aku ketemu dengan Bapak sebelah tempat kosku. Aku tanyakan kepada beliau kira-kira dimana saya bisa mompakan sepeda jam segini. Beliau memberi tahukan di pojok jalan raya sana ada. Ya sudah, tanpa berpikir panjang aku menuju ke jalan raya.
Sampailah aku di jalan raya, dengan seidkit kebingungan aku menoleh kanan dan kiri. Dimana bengkel sepeda yang dimaksud bapak tadi. Yang ada didepanku itu bukan bengkel sepeda, melainkan bengkel sepeda motor yang lumayan besar. Aku bilang besar karena banyak mekaniknya, tidak Cuma 4 atau 5 orang saja. Selain itu di bengkel tersebut sepertinya khusus motor, gak ada satupun sepeda disana.
Bebrapa saat aku diam saja dipinggir jalan sambil nunggu jalanan sepi. Karena sudah tak ada pilihan lain, akhirnya dengan memebranikan diri aku menuju bengkel tersebut. MasyaAllah rasa malunya aku ketika memasuki kawasan bengkel tersebut. Mekaniknya banyak, masih muda-muda, meski ada beberapa yang sudah terlihat bapak-bapak meski aku gak tahu sudah menjadi bapak atau belum. Hampir semua mata tertuju padaku, mulai dari pemilik bengkel yang seorang perempuan paruh baya keturunan Cina, mekanik-mekanik muda, dan beberapa orang pengunjung yang sedang menunggu kendaraanya di service. Mungkin mereka berpikir kenapa anak perempuan, bawa sepeda datang ke bengkel motor. Mau ngapain?
Sudah takku pedulikan pandangan mereka, dengan belaga kekanak-kanakan untuk menutupi rasa maluku aku berjalan bak gak ada yang aneh menuju salah seorang mekanik yang sedang duduk-duduk menunggu pasien datang. Beruntunglah ada mekanik yang kelihatanya sudah bapak-bapak, jadi aku tidak seberapa malu.
“Pak, bisa mompakan sepeda?” tanyaku kepda beliau?
“Ban sepeda apa ban motor mbak?”
“Ban sepeda Pak.” Jawabku dengan nada kekanak-kanakan.
“Waduh mbak, kalau ban sepeda disini gak bisa. Coba di tukang tambal ban sebelahnya pom bensin saja.”
“Ya, Pak. Saya tadi sudah kesana tapi masih belum dibuka. Kemudian ada yang memberi tahu saya dibengkel pojokan sana. Saya bingung yang dimaksud bengkel pojokan itu bengkel yang mana? Yang saya lihat sudah dibuka bengkel sini, jadi saya kesini.”
Seprtinya belaiu cukp kasian dengan aku yang sudah berjalan cukp jauh dengan menuntun sepeda mencari tempat untuk mompakan sepeda. Beliau memberi tahuku supaya mengganti ban sepedaku dengan ban yang bisa dipompa menggunakan pompa motor. Aku jawab saja ya,ya gitu. Padahal sepedaku baik-baik saja kenapa harus diganti banya, pikirku dalam hati.
“Mau kemana sih mbak? Mau kuliah?”
“Tidak Pak, mau ketempat dosen untuk konsultasi pekerjaan, jawabku.”
“Dimana?”
“Di jalan Jakarta Pak.”
“Wah, cukup jauh juga, sebentar kalau gitu. Tak coba’e pakai ini siapa tahu bisa.”
Beliau mencoba memompa sepedaku menggunakan pompa motor dilapisi kain. Makanik-mekanik yang lain mengejeki beliau, katanya ada-ada saja.
“Gak apa e, kasian aku melihatnya. Soale aku juga punya anak perempuan, rasanya gak tega saja. Ya, siapa tahu ini bisa.”
Setelah ban dipersiapkan untuk dipompa,,,,,, dan ternyata Alhamdulillah..... bisa dipompa dengan pompa motor. Keren jug bapak ini, tak salah aku datang dan memalingkan rasa maluku ke bengkel ini.
“Cik, tu lihat. Bisa kan? Tak sia-sia kucoba.” Teriak beliau kepada permpuan paruh baya yang aku sangkakan sebagai mandor sekaligus pemilik bengkel tersebut.
“Alhamdulillah, akhirnya bisa Pak. Trimkasih Pak, berapa saya harus......”
Belum selesai aku bertanya, beliau sudah menggelengkan kepala. Tak usah, bawa saja sepedanya. “Alhamdulillah,,,”
Dengan rasa senang bercampur malu kutinggalkan bengkel itu. sesegera aku mengayuh sepedaku menuju rumah dosenku.
Yang bisa kuambil dari pengalaman tadi adalah ternyata, tak selamanya bersikap kekanak-kanakan itu tidak dihargai orang. Malah bisa jadi akan membuat orang merasa simpatik. Ya, seperti bapak tadi, beliau merasa kasian karena teringat anak perempuanya dirumah. Bolehlah, sekali waktu bersikap kekanak-kanakan, tak selamanya perempuan harus terlihat anggun dan bijak. Tapi, jangan sampai itu terus-terusan karena itu kurang sesuai dengan usia yang sudah berkepala 2. Jangan kaku dalam bergaul, harus bisa fleksibel dan mengerti sikon yang sedang dihadapi. Selain itu harus bisa menyesuaikan dengan siapa lawan bicara, atau lawan berinteraksi kita.

No comments:

Post a Comment

terimakasih atas komentarnya, semoga bisa memperbaiki untuk kedepanya.